Beberapa waktu lalu saya berkesempatan untuk berdiskusi dengan Bisma, seorang pengusaha yang berbasis di Bandung. Bisnis yang digelutinya adalah bisnis alat-alat telekomunikasi dan juga proyek-proyek teknologi informasi yang masih berhubungan dengan bidang telekomunikasi. Sebenarnya kami berdua memulai bisnis pada rentang waktu yang sama, yakni sekitar tahun 2002. Waktu itu saya masih berstatus freelance dan bekerja di luar jam kerja sedangkan dia sudah memutuskan terjun full time dan keluar dari tempatnya bekerja di salah satu BUMN terkemuka. Namun sayangnya selang tujuh tahun kemudian bisa dibilang keadaan bisnis Bisma belum banyak berubah dan masih berkutat melayani klien berskala kecil dengan omset yang relatif masih kecil pula. Padahal saya tahu persis bahwa solusi produk yang dimilikinya memiliki kualitas yang istimewa dan di atas rata-rata kualitas produk yang ada di pasar. Ketika hal tersebut saya utarakan kepada Bisma dan kemudian diikuti dengan diskusi panjang lebar, barulah saya ketahui beberapa hal yang membuat bisnisnya kurang cepat berkembang.
Dari hasil diskusi kami, diperoleh beberapa kesimpulan bahwa akselerasi bisnisnya kurang cepat dikarenakan beberapa faktor. Pertama, lokasi bisnisnya yang terletak di Bandung ternyata sedikit banyak telah membuatnya kesulitan untuk menembus pasar utama bisnisnya yang terletak di Jakarta. Meski jarak Bandung-Jakarta relatif dekat, namun faktanya dengan tingkat persaingan yang sangat sengit maka agak susah baginya untuk bersaing dengan vendor lokal di Jakarta. Kedua, Bisma ternyata masih mengerjakan proyek yang sifatnya masih dominan Custom-built Solutions alias berdasarkan pesanan dari klien. Meski memiliki beberapa solusi produk yang seharusnya bisa dijadikan Product Package namun ternyata dia belum berhasil membuatnya menjadi solusi produk siap jual. Bagaimanapun juga berdasarkan pengalaman penulis, menjual produk yang telah siap akan jauh lebih mudah dibanding menjual produk yang sifatnya berdasarkan pesanan. Hal tersebut dikarenakan karakter produk yang ditawarkan cenderung mengarah ke produk komoditi dan bukannya produk couture yang memang diproduksi sesuai pesanan pengguna. Ketiga, latar belakang Bisma adalah teknis dan membuatnya lebih banyak berpikir dalam kerangka yang sangat teknikal. Hal tersebut telah membuatnya terbelenggu dalam sudut pandang teknis sehingga beberapa kali melewatkan kesempatan bisnis yang luar biasa.
Setelah menemukan kesimpulan tersebut maka arah diskusi kami sekarang bergeser untuk mencari solusi yang terbaik bagi dia guna meningkatkan akselerasi bisnisnya supaya dapat bersaing dengan pemain lainnya di bidang ini. Soal lokasi bisnis yang di Bandung, dia sepakat untuk membuka perwakilan penjualan dan layanan servis di Jakarta (Sales & Service Point) yang dia harapkan akan membuatnya menjadi lebih responsif dalam memenuhi permintaan pasar dan memberikan layanan purna jual kepada kliennya. Sedangkan soal solusi Product Package dia juga sudah memikirkannya dan berdasarkan analisisnya setidaknya terdapat beberapa produk yang siap untuk dikemas menjadi paket lengkap dengan branding dan strategi pemasarannya.
Sedangkan untuk mengatasi tantangan yang ketiga, soal business skill, Bisma secara terbuka mengakui bahwa dia memiliki kelemahan dalam aspek tersebut. Dengan latar belakang teknis yang sangat kental, Bisma kurang memiliki intuisi bisnis yang kuat guna mengendus peluang yang ada serta mengubahnya menjadi keberuntungan bagi bisnisnya. Melihat situasi semacam itu, saya merekomendasikan Bisma untuk berkolaborasi dengan partner lain yang memiliki latar belakang bisnis yang kuat. Sebagaimana Bill Gates yang meraih sukses luar biasa setelah berkolaborasi dengan Steve Ballmer maka saya merekomendasikan Bisma untuk bekerjasama dengan partner lainnya guna membawa bisnisnya ke level selanjutnya. Saya ilustrasikan bahwa lebih baik memiliki 60% saham dengan omset 1 miliar dibandingkan dengan memiliki 100% saham dengan omset 100 juta.
Pertanyaan yang lantas muncul dari Bisma adalah “Bagaimana memilih partner bisnis yang tepat untuk saya?” Pertanyaan yang tampaknya sederhana namun sangat tidak sederhana jawabannya. Menurut saya faktor manusia adalah merupakan faktor yang paling menantang untuk ditangani dalam sebuah bisnis karena manusia memiliki sifat yang sangat unpredictable hampir dalam semua aspek. Namun demikian saya percaya tidak ada sesuatu hal yang sulit selama kita memiliki keyakinan dan kemauan kuat untuk mengatasinya.
Untuk berkembang dengan lebih cepat, saya memutuskan bekerjasama dengan beberapa partner. Kerjasama tersebut tidaklah selamanya mulus karena sudah beberapa kali saya gagal dalam bekerjasama dikarenakan beberapa faktor, yang paling umum adalah faktor hilangnya kepercayaan yang berhubungan dengan hal keuangan, komitmen, dan kinerja. Meski demikian saya tidak kapok bekerjasama dengan partner karena saya yakin pasti ada partner bisnis yang tepat bagi saya. Berdasarkan beberapa pengalaman tersebut, berikut adalah beberapa hal yang saya rekomendasikan bagi Bisma dalam upayanya mencari partner bisnis yang tepat:
1. Dengarkanlah Intuisi Anda!
Sebagian orang merasa dengan bekal pendidikan yang tinggi, apalagi titel MBA, maka mereka berpendapat semua hal bisa dianalisis dengan serangkaian tools analisis yang ada. Padahal berdasarkan pengalaman saya hal tersebut tidaklah tepat 100%. Alat-alat analisis tersebut memang berguna, namun ujungnya semua kembali pada itikad atau motif dari pihak-pihak yang bekerjasama. Dan satu-satunya alat yang bisa digunakan untuk menganalisis hal tersebut adalah intuisi kita yang berasal dari lubuk hati terdalam. Memang tidak mudah menggali hal tersebut, namun dengan latihan yang tepat dan konsisten maka hal tersebut bisa dilakukan. Ada baiknya Anda berlatih teknik-teknik NLP guna menganalisis kejujuran orang dari pandangan mata mereka, karena mata adalah benar-benar jendela hati. Selain itu jangan lupa menelisik jatidiri dan rekam jejak calon partner Anda beserta masukan dari orang-orang yang Anda percayai. Tetapi ingatlah selalu bahwa suara hati Anda dari lubuk yang terdalam merupakan suara yang paling jujur dan bisa dipercaya.
2. Pilih Partner yang Relevan
Relevan disini bermakna sebaiknya Anda memilih partner yang bisa memberikan advantage jangka panjang bagi kelangsungan bisnis Anda. Advantage tidak semata berupa suntikan modal dalam bentuk materi namun lebih berarti pada kontribusi pengalaman bisnis, networking bisnis, infrastruktur penunjang, dan back-up untuk kondisi bisnis dikala situasi sulit. Pilihlah partner yang bisa mendorong bisnis Anda ke tahap selanjutnya dengan cepat dan berorientasi ke masa depan.
3. Carilah Partner yang Kompatibel dengan Anda
Sebelum memulai kerjasama, Anda harus memastikan bahwa kepribadian calon partner harus kompatibel dengan kepribadian Anda. Kompatibel disini bukan berarti harus berkepribadian sama atau sejenis namun alangkah baiknya bila partner Anda bisa melengkapi potensi yang Anda miliki. Sinergi yang terjalin dari hal tersebut akan menghasilkan sesuatu kekuatan yang akan mendorong bisnis Anda maju dengan lebih cepat dan konsisten.
4. Sebisa Mungkin Pilih Silent Partner
Sebagai pengelola bisnis (active partner), apabila memungkinkan saya merasa lebih nyaman bekerjasama dengan partner yang bersifat silent partner (pasif) karena hal tersebut akan memberikan keleluasaan bagi saya untuk merancang dan mengeksekusi strategi bisnis yang ada. Silent partner tentu bukan bermakna partner yang hanya menanam modal materi lantas tidak berkontribusi lainnya. Partner tetap diharapkan untuk memberikan masukan dan pandangannya dalam pengambilan keputusan bisnis yang penting namun tidak sampai terjun ke hal-hal yang bersifat detil operasional. Dalam pengalaman saya agak susah bekerjasama dengan partner yang terlibat dalam hal detil operasional karena akan menghambat proses pengambilan keputusan dan memperbesar potensi konflik.
5. Landasan Hukum yang Memadai
Meski semua berpulang pada motif dan niat baik seseorang, namun dalam sebuah kerangka bisnis tetaplah diperlukan suatu landasan legal formalistik yang memadai. Landasan hukum tersebut akan menjamin tersedianya perlindungan hak dan penjabaran kewajiban yang jelas dan terdokumentasi beserta konsekuensinya. Hal ini akan mengurangi resiko sengketa yang muncul di kemudian hari.
Kerjasama bisnis yang baik dan berhasil ibaratnya bibit tanaman yang harus senantiasa disemai dan dirawat dengan baik untuk memperoleh hasil panen seperti yang diharapkan. Juga kemampuan untuk mengatasi hama dan gulma yang ada.
Kelima faktor yang saya sampaikan kepada Bisma tersebut berdasarkan atas pengalaman saya bekerjasama dengan beberapa partner. Dengan adanya itikad yang baik dari semua pihak serta kemauan yang keras untuk berhasil maka niscaya keutuhan dan keberhasilan bisnis ada di depan mata. @Betley-191209